7

Asrianty Puwantini Caleg PDS Penuh Kontroversi

- Asrianty Puwantini sedang melawan arus dengan mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI lewat Partai Damai Sejahtera (PDS). Berbekal misi memperjuangkan pluralisme, wanita kelahiran Jakarta 47 tahun silam ini mantap memilih Partai Damai Sejahtera (PDS) sebagai kendaraan politik menuju Senayan. Dia beralasan, hanya PDS satu-satunya partai yang konsisten memperjuangkan pluralisme dan perlakuan nondiskrimatif terhadap kelompok minoritas.
Asrianty Puwantini Caleg PDS Yg Penuh KontroversiDia mengaku kecewa dengan segelintir umat Islam yang berusaha memaksakan kehendak menerapkan syariat Islam sebagai bagian dari produk hukum Indonesia. Menurutnya, ada banyak nilai-nilai ajaran Islam yang lebih universal yang semestinya menjadi prioritas. Setiap warga, kata Arianty, harus bisa menyadari status, hak, dan kewajibannya sebagai warga negara yang dilindungi, dijamin dan dibatasi oleh peraturan hukum yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945.

Asrianty yang pada maju melalui dapil Jatim V mengaku sempat mendapat banyak hujatan dari calon konstituennya saat berkampanye.
"Hujatan mah sudah sering saya dapatkan. Malah saya disuruh istighfar, katanya dosa-dosa orang yang memilih ibu akan ibu tanggung," kata Asrianty.
Namun demikian, berbagai hujatan yang Asrianty dapat justru tidak melemahkan anggota dewan penasihat PDS ini. Wanita yang mengaku pernah belajar semua ajaran agama ini sepertinya sudah sangat yakin dengan langkah yang ia ambil.

Asrianty Puwantini Caleg PDS dapil Jatim V
"Salib itu kan perlambang hablumminallah dan hablumminannas seperti di Islam. Dan salib itu juga lambang berserah diri, yang juga menjadi salah satu hakikat ajaran Islam," jelasnya.
Wanita kelahiran Jakarta 7 April 1961 ini juga membantah kalau kehadirannya di PDS karena alasan pragmatis agar partai ungu ini bisa meluaskan sayapnya menarik suara di luar umat Nasrani.
"PDS lebih sesuai dengan visi dan misi saya tentang pluarisme agama," kata wanita yang mengaku mengurungkan niatnya maju dari Golkar ini.
Sejak tahun 2008, jelas Asrianty, PDS sudah menjadi partai terbuka yang berlandaskan Pancasila. PDS juga memperjuangkan kerukunan, kebebasan beragama dan antidiskriminasi. Di jajaran anggota dewan pensihat pun, PDS menempatkan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda.
"PDS tidak padang bulu membela yang terdiskriminasi, apapun agamanya," tandasnya.



Artikel terkait :


7 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan
demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha.
Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska
justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal
di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku
Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi
melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak
'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat,

sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.

Dikhawatirkan hakim-hakim seperti ini lupa bahwa UUD. 1945

dapat saja hilang lenyap jika rakyat menghendaki.
Quo vadis hukum Indonesia?

David
(0274)9345675

arikaka.com mengatakan...

ampun deh saya mah...
belum ada hak pilih...

Unknown mengatakan...

Semoga suasana hatinya tak berubah-rubah dari partai satu ke yang lain

Anonim mengatakan...

bego amat bu

Anonim mengatakan...

bu asri boro2 mrk pluralis, umat islam pgn MAKAN dg aman dg adanya stempel halal aja ditentang, bank syariah ditentang, tp kl ada larangan kerja pk jilbab mrk ga komentar.

kembali ke jln benar mengatakan...

Namanya politik apa aja boleh. Tapi kalo itu udah urusan agama, jgn macam - macam deh. Mudah2 an Allah SWT masih ngasih pintu tobat sama si mbak, kalo emang orang islam lho!? Kalo bukan, tanggung masing-masing aja.

Anonim mengatakan...

yah, orang-orang seperti inilah yang harus dikasiani. Ya $JJI, dia tidak tahu apa yang dia pebuat.

Posting Komentar